PEARANAN PEMULIAAN TANAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN PEREKONOMIAN INDONESIA
PEARANAN PEMULIAAN TANAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN PEREKONOMIAN INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Indonesia merupakan negara
agraris dengan kondisi wilayah yang sangat baik untuk bidang pertanian, hutan
industri, dan usaha pertanian lainnya. Hal ini dapat dilihat dari pengembangan
teknologi-teknologi pertanian seperti teknologi bibit baik pengelolaan sampai
pembudidayaan sehingga mampu menghasilkan hasil produksi yang baik dan
berkualitas. Dalam konteks agronomi, benih dituntut untuk bermutu tinggi sebab
benih harus mampu menghasilkan tanaman yang berproduksi maksimum dengan sarana
teknologi yang maju (Sjamsoe’oed Sadjad, 1977, dalam Sutopo, 2002:2).
Pengelolaan benih telah
berkembang sejak Perang Dunia II, dan baru berkembang di Indonesia pada tahun
1964. Untuk menuju kearah teknologi benih dibutuhkan analisa terlebih dahulu. Di
Indonesia dengan didirikannya Departemen Pertanian pada tahun 1905, merupakan
usaha pemerintah untuk mempertinggi produksi tanaman rakyat lebih intensif
antara lain dengan usaha benyebaran benih unggul khususnya padi. Sampai pada
masa tersebut kalau diikuti perkembangan usaha pemerintah dalam membina masalah
pembenihan dapat dikatakan belum berada dalam siklus teknologi benih yang
sempurna.
Kepentingan untuk memenuhi
perkembangan bidang teknologi benih dari hampir berorientasi pada varietas
unggul semata menjadi berorientasi pula pada benih yang baik dan benar,
mendesak untuk diciptakannya suatu metode, sebstrat, kondisi lingkungan,
alat-alat dan evaluasi yang serba terstandaridisasi. Peranan teknologi benih
khususnya dalam pengujian dapat menghasilkan suatu standard kualifikasi benih
bagi berbagai tingkatan mutu benih.
Kualitas benih tertinggi di capai pada keadaan
yang memungkinkan adanya
interaksi yang menguntungkan
antara sifat genetik benih dan lingkungan di mana benih
itu dihasilkan, dipanen, diolah, adanya kekurangan hara mineral,
adanya zat toxik di dalam
tanah, terganggunya tanaman oleh penyakit dan hama yang dapt menurunkan
kualitas tertinggi benih ( Heddy dan Metty, 1994 ).
Terkait dengan hal di atas dan
terlebih mengingat bahwa Indonesia merupakan negara yang mempunyai
keanekaragaman hayati yang tinggi, salah satu strategi yang sangat potensial
dalam rangka meningkatkan produktivitas, kualitas serta daya saing komoditas
tanaman adalah melalui pendekatan pemuliaan tanaman. Melalui kegiatan
pemuliaan, diharapkan dapat dihasilkan beragam kultivar unggul
baru, selain memiliki produktivitas yang tinggi, juga memiliki
beberapa karakter lain yang mendukung upaya peningkatan kualitas dan daya
saing. Pemuliaan tanaman sendiri didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan
penelitian dan pengembangan genetik tanaman (modifikasi gen ataupun kromosom)
untuk merakit kultivar/varietas unggul yang berguna bagi kehidupan manusia.
1.2. Rumusan masalah
Peranan dan manfaat pemuliaan tanaman terhadap penyiapan benih dalam Meningkatkan Produksi Pertanian di Indonesia
1.3. Tujuan
Mengetahui peran dan manfaat dari pemuliaan tanaman dalam menciptakan bibit
yang unggul dan berkualitas yang mampu menghasilkan hasil produksi yang baik
dan berkualitas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pemuliaan Tanaman Dan Ruang
Lingkupnya
Manusia dalam hidup dan kehidupannya mensyaratkan terpenuhinya tiga kebutuhan utaman yaitu pangan, sandang, dan papan atau tempat tinggal. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut manusia tidak akan pernah lepas dengan kehidupan lain di atas muka bumi ini, baik hewan, tumbuhan tingkat rendah maupun tingkat tinggi. Tumbuhan
yang
mengandung makna semua kehidupan flora di muka bumi mencakup dari yang sidah di
domestikasi dan terbudidayakan (domesticated and cultivated) maupun yang masih liar dan belum terdomestikasi dan terbudidayakan (undomesticated and uncultivated). Tanaman adalah kelompok tumbuhan yang lebih bersifat telah dibudidayakan dan dikembangkan
untuk tujuan pemenuhan kebutuhan manusia dan mempunyai posisi sentral dalam pemenuhan kebutuhan manusia tersebut. Sebagai gambaran tumbuhan adalah kehidupan
flora dalam suatu habitat hutan, misalnua akan didapatkan berbagai jenis flora baik yang sudah teridentifikasi maupun yang belum, dari yang bersifat semusim sampai tegakan
tahunan dengan
habitus mendominasi ruang
tumbuh dan berumur tahunan. Kebutuhan akan pangan bagi manusia sebagai sumber utama adalah tumbuhan tanaman baik secara langsung maupun dalam bentuk produk berbahan baku dari tanaman baik berupa biji, umbi,
buah atau bagian tanaman lainnya. Untuk kebutuhan akan sandang dimana tumbuhan atau tanaman merupakan sumber bahan baku sedang untuk papan jelas tumbuhan mempunyai
kontribusi yang sangat besar dalam menyediakan bahan bangunan berupa kayu atau produk lainnya dan manfaat lainnya. Hewan baik heawn darat maupun hewan air lebih merupakan sumber produk sekunder atas dasar peranannya sebagai pengahasil daging, telur susu, kulit dan lainnya yang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, hewan sebagian
besar juga tergantung pada kehidupan tumbuhan atau tanaman dan juga kehidupan
lainnya.
Tumbuhan atau tanaman untuk dapat hidup dengan baik adan menghasialn suatu hasil
atau produk baik berupa biji, umbi, daun, buah atau lainnya sangat ditentukan oleh
faktor luar yang tersedia secara alami yaitu sinar matahari, carbondioksida bebas dan air serta udara. Sinar matahari
seagai sumber energy utama dalam proses photosintesis dengan bahan baku air dan carbondioksida bebas menghasilkan karbohidrat yang merupakan bahan dasar utama untuk menghasilan produk lainnya dari tanaman atau tumbuhan. Produk tersebut dapat dimanfaatkan langsung bagi manusia sebagai sumber
pangan atau bahan baku untuk olahan lainnya, atau melalui peranan hewan untuk menghasilkan daging, telur, susu, kulit dan lainnya yang secara langsung atau tidak langsung dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia baik untuk pemenuhan gizi maupun kelengkapan hidup. Oleh karena itu manusia sangat berkepentingan dengan tanaman atau tumbuhan, sehingga manusia berusaha bagaimana meningkatkan nilai tambah tumbuhan dan tanaman melalui perbaikan-perbaikan sifat yang mendukun kualitas
dan kuantitas produksi dan upaya tersebut
tercakup dalam kegiatan pemuliaan tanaman.
Dengan demikian pemuliaan tanaman secara harfiah berarti upaya dan usaha untuk meningkatkan status dari
liar menjadi terbudidaya atau dari bernilai ekonomi rendah
menjadi
bernilai ekonomi tinggi, dan secara historis dan alami kegiatan pemuliaan pada dasarnya
sudah berlangsung sejak pendudukan manusai diatas muka bumi. Dengan berkembangnya
ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kajian tentang nilai ekonomi tanaman atau tumbuhan dan upaya perbaikan sifat-sifatnya baik kualitatif maupun kuantitatif, maka dikembangkan suatu cabang
ilmu
baru yang disebut pemuliaan tanaman (plant
breeding).
Secara definisi pemuliaan tanaman adalah segala tindakan yang dikaitkan dengan pengembangan varietas baru yang bersifat superior dan existing ones. Frankel (1968) mendefinisikan pemuliaan tanaman sebagai upaya pengaturan genetik tanaman sehingga tanaman tersebut akan mempunyai nilai sosial, budaya, ekonomis dan aspek teknologis yang lebih baik dengan memperhatikan faktor lingkungan. Sedang menurut para ahli lain pemuliaan tanaman diartikan sebagai suatu proses evolusi tanaman yang dipercepat dengan adanya campur tangan dan disesuaikan dengan keinginan manusia,
sehingga perubahan – perubahan yang terjadi berjalan dalam kurun waktu yang lebih singkat dengan penambahan
nilai
manfaat bagi manusia yang nyata.
Sebagai salah satu gambaran dapat dikemukakan tanaman jagung dengan nenek moyang (ancestor) Teosinte. Setelah beberapa
jaman geologis mengalami proses evolusioner sesuai teori evolusi Darwin berkembang menjadi tanaman jagung yang dapat
dimanfaatkan oleh manusia baik sebagai bahan pangan maupun bahan pakan ternak
namun dengan kualitas nutrisi yang masih rendah. Melalui berbagai penelitian diketahui bahwa rendahnya kualitas nutrisi secara pasti diketahui bahwa protein dalam jagung memiliki kandungan asam amino lysine yang rendah dan hal ini ditentukan oleh faktor genetik, sehingga dalam perkembangan lebih lanjut varietas unggul jagung diarahkan untuk menghasilkan varietas baru dengan peningkatan kadar asam amino lysine. Perkembangan terakhir telah banyak dikembangkan jagung hibrida dengan kemampuan menghasilkan biji
persatuan luas dan waktu yang sangat
tinggi disbanding varietas
lama.
Contoh yang lain cukup banyak misalnya pada tanaman kapas telah dihasilkan
berbagai variestas kapas yang telah diperbaiki sifat agronomisnya dari yang umur panen semula sekitar 160-180 hari menjadi 110-120 hari dan sifat – sifat lain yang berkaitan
dengan kualitas pintal dan juga sifat ketahanan hama Empoasca spp. Bahkan untuk
memanfaatkan lahan – lahan marginal atau bermasalah, pemuliaan tanaman untuk
perbaikan sifat toleransi atau ketahanan terhadap cekaman lingkungan telah banyak
dilakukan.
2.2
Hubungan pemuliaan tanaman dengan cabang ilmu
lain.
Untuk mempelajari dan memahami ilmu pemuliaan tanaman dan dalam
penerapannya maka harus didasari oleh pemahaman cabang ilmu yang lainnya, antara morphologis tanaman yang termasuk dalam biologi tanaman termasuk didalamnya pola
perkembangbiakannya, ilmu fisiologi tumbuhan, ilmu lingkungan, statistik dan yang lebih penting adalah ilmu yang mempelajari tentang susunan genetis dan pola pewarisan sifat baik kualitatif maupun kuantitatif yaitu ilmu keturunan atau genetika. Disamping itu untuk
mengetahui pola penyebaran tanaman atau tumbuhan di muka bumi pengetahuan tentang jaman geologi dan tahapan – tahapan evolusi perlu perhatian terhadap ilmu geografi
tumbuhan. Dalam perkembangan lebih lanjut pemuliaan tanaman modern tidak terlepas dengan pengetahuan tentang genetika molekuler yang memandang DNA sebagai sumber informasi genetic, sehingga melalui rekayasa genetik (genetic engineering) diharapkan dapat
membantu menyelesaikan atau mengatasi hambatan – hambatan yang timbul pada
pemuliaan tanaman secara konvensional, sehingga kedepan pemuliaan tanaman inkonvensional
dapat berkembang untuk mengakselerasi pencapaian tujuan pemuliaan dalam upaya pemenuhan kebutuhan manusia.
2.3
Beberapa Contoh Hasil Kegiatan Pemuliaan
Tanaman.
Pemuliaan tanaman yang sudah berjalan sejak pendudukan manusia
diatas bumi telah menghasilkan banyak contoh baik yang dapat memberikan manfaat langsung bagi manusia maupun yang tidak langsung. Dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan pangan telah banyak dihasilkan berbagai varietas baru baik pada padi, jagung, gandum, kacang –
kacangan maupun umbi – umbian. Pada tanaman padi telah banyak dihasilkan varietas lama
dengan hasil yang tinggi dengan karakter umur dalam habitus tinggi dan rasa nasi enak. Umur yang panjang dan habitus yang tinggi ternyata tidak dapat mendukung program
intensifikasi pertanian sebagai akibat tuntutan pemenuhan kebutuhan pangan penduduk yang meningkat tajam, sehingga untuk program intensifikasi disyaratkan adanya varietas
padi yang berumur pendek, habitus rendah, hasil cukup tinggi dengan rasa nasi enak. Dengan dikembangnya teknologi budidaya intensif (program intensifikasi)
varietas padi lama tersebut dinyatakan kurang sesuai, sehingga pada tahun 1970-an, telah dihasilkan banyak varietas padi baru dengan habitus pendek, tegak, hasil tinggi, umur pendek, tetapi rasa nasi kurang enak dan rentan terhadap serangan hama penggerek batang. Tetapi memerlukan
masukan pupuk yang tinggi. Dikembangkannya varietas padi baru tersebut bukan
sepenuhnya dapat menyelesaikan masalah pangan terbukti dalam perjalanannya kemudian
terjadi ekplosi hama wereng dan penggerek batang padi dan varietas baru tersebut ternyata rentan terhadap serangan hama wereng, sehingga perlu diciptakan varietas padi hybrida dan varietas padi dengan karakteristik spesifik,
misalnya padi
wangi
dan sebagainya.
2.4 Sejarah Perbenihan Di Indonesia Dan Dunia
Perabaikan yang petama dalam pembenihan
di Jerman dimulai pada tahun 1869 ketika Friendrick Nobbe pada suatu penelitian di kota kecil Tharandt, sekarang
terletak di Jerman Selatan.
Para petani primitif di Eropa
hanya mengusahakan tanaman serealian
dan tanaman sejenis. Biji dipanen,
dimana sebagian besar untuk dikonsumsi, tetapi pada
beberapa tahun setelah itu digunakan untuk tujuan pembibitan atau diusahakan. Benih yang diusahakan ini mempunyai lahan benih dimana pengawasannya tidak
terkontrol dengan mudah, biji yang dipanen sebagian besar tidak murni, tetapi lama-kelamaan
petani tahu bagaimana menghasilkan panen
dengan benih bermutu ( Thomson, 1979 ).
Kata “revolusi” merupakan perubahan yang besar, tetapi tidak lain istlah yang cukup memberikan pengaruh benih baru ( unggul ) terhadap negara miskin dimana benih
menggunakan teknologi peralihan terus-menerus
diperoleh oleh pusat Pengembangan
Pertanian yang memberi perubahan dalam ekonomi, sosial
dan tatanan politik
negara miskin ( Brown, 1970
).
Pemerintah Hindia
Belanda yang sangat berkepentingan untuk mengeruk
dan memeras “ usaha
keringat “ para petani Indonesia, semenjak tahun 1920-an telah
mulai menaruh perhatian terhadap masalah pembenihan ini, sejalan dengan
meningkatnya perbaikan cara-cara bercocok tanam. Dalam
pengadaan benih padi yang baik misalnya, usaha pengadaan benih ini dengan pendirian lumbung-lumbung benih untuk para petani.
Sesudah tahun 1930-an kegiatan pengadaan
benih ditingkatkan lagi dengan pembangunan Balai Benih. Pembangunan
sekolah pertanian di Sukabumi, Bogor
yang pada waktu itu
terkenal dengan hasil-hasil penelitiannya sangat membantu
usaha Balai Benih
tersebut, yang berfungsi sebagai sumber benih yang agak lebih baik mutunya, yang secara terus-menerus dapat memenuhi kebutuhan para petani beserta tanah-tanah pertaniannya di desa-desa ( Kartasaputra, 2003 ).
Pengembangan
Industri Pemuliaan
melalui teknologi rekayasa
genetika sudah barang tentu
memerlukan pengembangan sumber daya manusia/SDM yang profesional melalui pendidikan dan pelatihan. Di samping
itu, pengembangan industri pemuliaan dan
pembenihan memerlukan waktu pula yang lama dan dana investasi yang besar. Oleh
karena itu, untuk menumbuhkan daya tarik yang kuat bagi pengembangan
industri ini
diperlukan antara lain adanya suatu peraturan atau perundangan tentang
perlindungan varietas tanaman. Sudah saatnya
pihak-pihak terkait dengan
penyusunan dan penebitan peraturan/perundangan tersebut bekerja
keras untuk segera dapat
menyelesaikannya secara
tuntas ( Rasaha, dkk. 1999 ).
2.5 Perkembangan
Industri Benih Di Indonesia
Di Indonesia, pada zaman Belanda tahun1920
telah mulai adanya perhatian
terhadap soal perbenihan dan meningkatkan perbaikan
dengan cara-cara bercocok tanam. Usaha-usahanya diarahkan
kepada pengadaan benih yang kemudian dikuti dengan pendirian lumbung-lumbung benih untuk menyediakan benih bagi para petani.
Pada tahun 1930 kegiatannya meningkat yaitu dengan dibangunnya Balai Benih ( khususnya di Jawa ). Balai Benih ini berfungsi sebagai sumber benih yang agak lebih baik mutunya dan
secara terus menrus dapat memenuhi
kebutuhan para petani. Suatu cara yang sangat
disayangkan ketika itu adalah tentang pendistribusiannya tertuju pada basis yang tidak
efisien, sehingga terjadi
kontaminasi yang terasa kurang manfaatnya, sebab sebagian
besar petani yang produktif tidak memanfaatkannya
( Kartasaputra, 2003 ).
Sejak tahun 1958 khusus
mengenai benih padi varietas
unggul, semakin banyak
diperkenalkan melalui usaha-usaha
intensifikasi ( KOGM, SSBM, BIMAS ). Dan pada tahun 1970 pemerintah menganggap perlu adanya kesatuan dalam kebijakan
mengenai kegiatan-kegiatan baik dalam hal usaha peningkatan produksi
pertanian, maupun
yang berkaitan dengan masalah perbenihan. Sehingga
dibentuk Badan Benih Nasional ( BBN ) dalam
lingkungan administratif Departemen Pertanian. Badan
ini berfungsi untuk membantu Menteri
Pertanian dalam merencanakan dan merumuskan kebijaksanaan dalam bidang pembenihan.
Salah satu di antara tugas pokok Badan Benih Nasional yaitu membentuk lembaga yang tugasnya
memperbanyak
dan memproduksi benih dari
varietas-varietas yag ditingkatkan dan berkualitas
tinggi bagi kepentingan masyarakat,
khususnya para petani. Varietas-varietas ini berasal dari program Seleksi
Balai Penelitian. ( Kartasaputra,
2003 ).
Untuk pengembangan
industri benih nasional
perlu terus dikembangkan kebijaksanaan operasional, terutama dengan optimalisasi fungsi dan pembinaan,
pelayanan dan pengawasan dari pemerintah,
serta meningkatkan peran swasta dalam
industri benih. Upaya-upaya tersebut ditempuh antara lain melalui : peningkatan kualitas sumber daya manusia di bidang perbenihan, pembenahan kelembagaan
perbenihan, peningkatan peran Indonesia
dalam organisasi benih internasional serta penciptaan iklim yang kondusif untuk mengembangkan agribisnis dan industri benih ( Rasah dkk, 2003 ).
Ketersediaan benih yang unggul
bermutu dengan
paket teknologi dan kebijakan pemerintah yang memadai perupakan faktor-faktor penting
penentu keberhasilan swasembada pangan
disamping ketekunan berbagai
pihak yang terkait
dalam usaha produksi. Khusus mengenai ketersediaan benih unggul,
keanggapan para pemulia tanaman dan Balai-balai Penelitian Tanaman Pangan dalam menghasilkan varietas baru yang lebih
unggul daripada
varietas-varietas yang ada sebelumnya dipertahankan dan ditingkatkan dengan memperhatikan spesifikasi wilayah pengembangan pertaniannya. Sementara itu pembinaan mutu benihnya
jangan sampai tertinggal oleh permintaan petani maju sehingga juga memerlukan
penanganan yang serius oleh semua pihak yang berada
pada setiap subsistem perbenihan (
Mugnisjah dan Setiawan, 1995 ).
2.6
Sertifikasi Benih
Dan Peranan Benih Bersertifikat
2.6.1
Benih Bersertifikat
Tentang riwayat sertifikasi benih
ini menurut COPELAND ( vide “Principle of Seed Sciences and Technology”, 1997 ) bermula
dengan dibentuknya di Swedia yaitu
perkumpulan yang disebut Sweedisch
Associatie ( tahun 1888 ). Tujuan perkumpulan ini untuk
memproduksi dan mengembangkan
benih-benih tanaman dengan mutu yang baik
bagi pemakaian di negara tersebut. Kemudian
ditingkatkan bagi pemakaian di beberapa
negara lainnya. Kenyataan
adanya usaha demikian di negara tersebut
melahirkan : (a) Balai Penelitian Seleksi Tanaman, (b) Organisasi Penyebaran Benih, serta (c) Balai Pengujian Benih, yang selanjutnya terjadi suatu penggabungan dan melahirkan program sertifikasi Benih. ( Kartasaputra, 2003).
Benih hasil produksi ini kemudian dikelompokkan ke dalam kelas-kelas sesuai dengan tahapan generasi perbanykan dan tingkat
standar mutunya, melalui suatu prosedur
yang diatur dalam aturan sertifikasi benih.
Dari sistem ini dibagi menjadi
empat :
1.
Benih
Penjenis, BS ( Breeder Seed, BS )
Benih penjenis diproduksi dan diawasi
dan dievaluasi oleh pemuliaan tanaman dan
atau oleh instansi
yang menanganinya ( Lembaga Penelitian dan Perguruan
Tinggi ). Benih ini sebagai sumber untuk perbanyakan benih dasar. Khusus untuk benih penjenis tidak dilakukan
sertifikasi, tetapi diberikan label
warna putih.
2. Benih Dasar, BD ( Faundation Seed,
FS )
Benih dasar merupakan turunan
pertama (F1) dari benih penjenis. Benih ini diproduksi dan diawasi secara ketat oleh pemulia tanaman sehingga kemurnian
varietanya dapat dipertahankan. Benih
dasar diproduksi oleh Balai Benih ( terutama Balai Benih Induk, BBI )
dan proses produksinya diawasi oleh dan
disertifikasi oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih ( BPSB ). Benih dasar
ini diberi label sertifikasi berwarna putih.
3.
Benih
Pokok, BP ( Stock Seed, SS )
Benih pokok merupakan F1 dari benih dasar atau F2 dari benih penjenis. Produksi benih
pokok tetap mempertahankan
identitas dan kemurnian
varietas serata memenuhi
standar peraturan perbenihan maupun sertifikasi oleh BPSB. Benih pokok diproduksi oleh Balai Benih atau pihak swasta yang terdaftar dan
diberilabel sertifikasi berwarna ungu.
4.
Benih
Sebar, BR ( Extention Seed, ES
)
Benih sebar merupakan
F1 benih pokok. Produksinya tetap mempertahankan
identitas maupun kemurnian varietas dan memenuhi standar
peraturan perbenihan
maupun sertifikasi oleh BPSB. Benih pokok dan benih sebar umumnya
diperbanyak oleh Balai Benih atau Penangkar Benih dengan mendapatkan
bimbingan, pengawasan dan sertifikasi dari BPSB. Benih sebar
diberi label sertifikasi berwarna biru.(
Wirawan dan Wayuni, 2002 ).
Benih penjenis
yang diciptakan oleh para pemulia memerlukan tiga generasi
berikutnya untuk dapat digunakan oleh para petani
Indonesia, tiga generasi
pertama meliputi
produksi benih penjenis, produksi dasar, dan produksi benih pokok, masih
dilakukan instansi pemerintah. Penyelenggaraan produksi benih sebar dilakukan oleh penangkar benih sesungguhnya dan dilakukan secara
komersial. Meskipun
demikian, kepentingan para
petani harus unggul dan berkualitas tinggi ( Kalie, 2002 ).
Siapa saja tentu bisa menjadi penangkar benih, asal memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Sub Direktorat
Pembinaan Mutu Benih. Pertama-tama harus mempunyai
hak atas tanah yang akan dipakai untuk menangkar benih itu. Selain itu juga mampu memelihara dan mengatur tanah tempat produksi benih itu dan mempunyai fasilitas pengolahan serta gudang untuk menyimpan benih yang sudah kukeringkan. Kalu syarat
itu sudah ada, calon penangkar benih harus mengajukan permohonan
ke Sub Direktorat Pembinaan Mutu Benih atau cabangnya, yang akan memberikan petunjuk dan pengawasan lapangan. Sesudah penangkar benih bisa menghasilkan benih seperi yang sudah ditetapkan sebagai
standart, maka berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan dan laboratorium, Sub Direktorat Pembinaan Mutu Benih kemudian diberi label benih sesuai
dengan kelas yang ditetapkan ( Tim
Redaksi Trubus, 1995 ).
2.7
Pengawasan
Benih Bersertifikat
Secara teknis Produksi Benih Bersertifikat melibatkan terutama dua komponen pembenihan, yaitu Produsen Benih dan Pengawas Benih ( Balai Pengawasan dan
Sertifikasi Benih, BPSB ). Produsen
benih adalah pihak yang melaksanakan kegiatan produksi benih siap disalurkan kepada
yang memerlukan untuk bahan
pertanaman. Dalam hal tidak memiliki fasilitas pengolahan benih,
produsen benih dapat
memanfaatkan jasa Unit Pengolahan Benih atau yang setara untuk mengolah
calon benihnya hingga siap salur. Walaupun demikian, tanggung
jawab pengolahan benih tetap pada produksen benih. Jadi, dapatlah dikatakan bahwa kegiatan produksi
benih bersertifikat memang melibatkan dua fisik utama, yaitu produsen
dan pengawas benih. (
Mugnisjah dan Setiawan, 1995 )
Aturan
pelaksanaan Sertifikasi dan Pengawasan Mutu Benih Bina ditetapkan Dalam Kepmen No. 803/Kpts/OT.210/7/97 yang mengacu pada UU No. 12/1992 dan
didasarkan pada pasal 33 ayat (2), pasal 35 ayat (7), pasal 37 ayat (3), pasal 40 ayat (3) dari
PP No. 44/1995. Hal penting yang ditetapkan dalam Kepmen tersebut
antara lain tentang :
1. Keharusan sertifikasi bagi benih Bina yang akan diedarkan
2. Instansi pelaksana sertifikasi
3. Tahap-tahap kegiatan sertifikasi
4. Ketetapan warna label untuk tiap-tiap
kelas benih
5. Ketentuan mengenai pengemasan, penyimpanan,
pengankutan dan peredaran benih bina
6. Keharusan mendaftar bagi pengadaan benih Bina
7. Ketentuan mengenai pengawasan,
penilaian dan pembatalan sertifikat. ( Rasaha dkk,
1999 ).
Tempat pengujian benih yang juga mengadakan pembinaan, bimbingan dan pengawasan
terhadap produksi benih ialah Kebun Benih Sentral.
Di Jabar berada dimuara
( Bogor ) dan Sukamandi ( Subang ). Di Jatengn berada di Tegalgondo ( Klaten ). Di Jatim berada di Bedali,
Turen ( Malang ) dan Jabon ( Mojokerto
). Di Sumut, berada di Tanjung
Morawa, di Sumsel berada di Belitang dan di Sulsel berada di Maros ( Tim Redaksi
Trubus, 1995 ).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Peran pemuliaan tanaman
Peningkatan produktivitas tanaman umumnya merupakan tujuan yang
paling sering dilakukan pemulia dalam merakit suatu kultivar. Hal ini karena
peningkatan produktivitas berpotensi menguntungkan secara ekonomi. Bagi petani,
peningkatan produktivitas diharapkan dapat menkonpensasi biaya produksi yang
telah dikeluarkan. Peningkatan produktivitas (daya hasil per satuan luas)
diharapkan akan dapat meningkatkan produksi secara nasional. Terlebih bahwa
telah terjadinya pelandaian peningkatan produktivitas beberapa komoditas
tanaman, utamanya padi. Pada dekade tahun 1960-1970-an, penggunaan varietas
unggul padi dan perbaikan teknik budidaya telah mampu meningkatkan
produktivitas secara nyata. Daya hasil padi per satuan luas meningkat dari 2-3
ton/ha menjadi 4-6 ton/ha (Nugraha, 2004). Akan tetapi setelah tahun 1980-an,
peningkatan produktivitas menjadi semakin kecil. Oleh karena itu, kini di
Indonesia telah dirilis sekitar 31 kultivar hibrida padi. Selain kultivar
hibrida, beberapa tipe kultivar padi lainnya adalah tipe IRxx (tahan terhadap
hama wereng), rasa enak (IR64) dan padi tipe baru (new plant type)
seperti kultivar Ciapus dan Gilirang.
Perakitan kultivar hibrida, yang merupakan kultivar turunan
pertama, berdaya hasil tinggi (10-20% lebih tinggi dari kultivar biasa) dengan
memanfaatkan fenomena heterosis. Pada tanaman jagung, cabai, tomat, kelapa,
kelapa sawit, serta beberapa tanaman hortikultura lainnya, kultivar hibrida telah
banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia.
Peran pemuliaan dalam upaya peningkatan kualitas komoditas tanaman
adalah perakitan kultivar yang memiliki kualitas tinggi seperti perbaikan
terhadap warna, rasa, aroma, daya simpan, kandungan protein, dll. Perbaikan
kualitas juga berarti perbaikan ke arah preferensi konsumen (market/ client).
Karakter kualitas target pemuliaan, sebagai contoh pada tanaman mangga adalah
karakter (diantaranya): daging buah tebal, rasa manis, tekstur daging buah
baik, kadar serat rendah, biji tipis, kulit buah tebal dengan warna menarik
serta memiliki daya simpan yang panjang.
Pemuliaan untuk merakit tanaman yang tahan terhadap hama dan
penyakit, toleran terhadap cekaman lingkungan seperti kekeringan, kadar Al, Fe
tinggi, sudah sering dilakukan. Sebagi contoh, perakitan padi tahan hama
penggerek dan toleran kekeringan telah dilakukan oleh LIPI. Perakitan tebu yang
toleran kekeringan juga dilakukan oleh Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan
Indonesia. Pemuliaan jagung hibrida, jagung yang memiliki kandungan protein
tinggi, kedelai yang tahan lalat kacang, toleran naungan, telah dan sedang
dilakukan pada Lab. Pemuliaan Tanaman Unpad.
3.2 Peranan Pemuliaan Tanaman Dalam Produksi Benih
Tujuan utama dalam pemuliaan
tanaman dalah guna mendaptkan varietas yang lebih baik. Kegiatan ini dibiayai oleh rakyat ( melalui pajak ), dengan
harapan bahwa hasilnya akan meningkatkan pendapatan petani. Ini baru tercapai bila varietas
baru dihasilkan pemuliaan tanaman. Itu betul dapat
digunakan oleh petani dengan
menguntungkan ( Makmur, 1992
).
Untuk memperoleh
informasi mengenai kemajuan
teknologi benih dan pengembangan ilmu pembenihan di negara-negara maju, serta mengetahui
situasi indutri pembenihan tanaman dan kebutuhan benih di negara-negara Asia Pasifik,
Indonesia bergabung ke dalam APSA ( The Asian an Pasifik Seed Association ), yaitu suatu organisasi yang dibentuk FAO pada tahun 1994 dengan tujuan meningkatkan bertumbuhkembangnya industri benih di negara-negara
anggota. Anggota asosiasi
ini terdiri atas institusi pemerintah
dan swasta yang menangani
atau mendukung usaha pembenihan tanaman. Dalam keanggotaan APSA ini pemerintah Indonesia diwakili oleh Direktorat Bina Perbenihan Tanaman
Pangan dan Holtikultura ( Rasaha, dkk. 1999 ).
Selain dalam APSA, Indonesia perlu meningkatkan perannya dalam organisasi
internasional lainnya, seperti UPOV ( The Union for the Protection of Varieties ), FIS (
the International Federation of Seed Companies and Agencies ), ISTA dan lain-lain. Keikutsertaan dalam organisasi-organisasi tersebut merupakan
upaya untuk memproleh informasi teknologi dan aspek
bisnis serta pengakuan, sehingga
diharapkan dapat meningkatkan
keunggulan bersaing industri benih Indonesia di mata Internasional (
Rasaha dkk, 2003 ).
3.3 Peluang dan Tantangan
Upaya perakitan kultivar unggul masih terbuka lebar untuk beberapa
komoditas tanaman dengan beragam target/tujuan pemuliaan yang ingin dicapainya.
Khusus untuk buah-buahan eksotik, seperti manggis, mangga gedong gincu dan
beberapa rempah-rempah ataupun tanaman fitofarmaka, sangat potensial untuk
ditangani dengan baik, sebagai komoditas ekspor dalam rangka peningkatan daya
saing bangsa. Selain itu juga, kebutuhan akan benih/bibit unggul bermutu dan
bersertifikat masih sangat tinggi dan masih belum terpenuhi baik untuk
keperluan lokal ataupun nasional. Impor benih tanaman pangan (padi hibrida),
hortikultura dan perkebunan masih tinggi. Sementara itu, kita sangat kaya akan
sumber biodiversitas (genetik, spesies dan ekosistem) yang sangat potensial
untuk digunakan dalam perakitan kultivar unggul.
Pemberlakuan UU No. 29 tahun 2000, tentang Perlindungan Varietas
Tanaman (PVT), yang memberikan perlindungan dan hak khusus bagi pelaku riset
pemuliaan, memberi peluang untuk berkembangnya industri perbenihan yang
kompetitif. Dengan memberikan perlindungan kepada pemulia atau siapapun pelaku
riset pemuliaan, maka akan mendorong investasi dan pengembangan aktivitas
pemuliaan tanaman di Indonesia. Sektor swasta, dalam hal ini perusahaan
perbenihan yang berbasis riset pemuliaan tanaman akan tumbuh dan berkembang
pesat dengan memanfaatkan plasma nutfah lokal, luar negeri (introduksi) dan
nasional. Sebagai konsekuensi, manfaat ataupun keuntungankeuntungannya akan
dinikmati tidak hanya oleh pemulia, juga akan bergulir ke petani, misalnya
karena banyaknya perusahaan benih yang menawarkan produk benih dengan
keunggulan yang relatif sama, maka akan terjadi persaingan harga, yang pada
akhirnya akan menguntungkan petani dan konsumen.
Otonomi daerah membuka peluang upaya yang seluas-luasnya untuk
merakit kultivar unggul dengan memanfaatkan sumberdaya genetik lokal untuk
keunggulan spesifik daerah ataupun sebagai ciri khas daerah. Untuk peningkatan
kualitas dan daya saing, teknik pemuliaan molekuler memiliki peluang untuk
dikembangkan. Pengembangan marka molekuler yang terpaut (linkage) dengan
karakter-karakter kualitas ataupun pendekatan QTL (quantitative trait loci)
untuk karakter kualitas, berpotensi sebagai jalan untuk merakit kultivar yang
memiliki kualitas unggul. Lebih lanjut, bila fasilitas dan dukungan dana yang
kontinyu, teknik pemuliaan molekuler lainnya yang dapat digunakan guna
menunjang peningkatan kualitas dan daya saing adalah transformasi gen a.l.:
transformasi gen pengendali yang karakter yang unik, rekayasa metabolism,
anti-sense, RNA-interference dll.
Tantangan yang dihadapi adalah adanya kesepakatan multilateral
dalam perdagangan internasional seperti TRIPS (Trade Related Intellectual
Property Rights), yang menghendaki suatu negara tidak dapat membatasi impor
produk (termasuk produk pertanian) tanpa justifikasi yang dapat diterima oleh
negara-negara WTO lainnya. Dengan demikian, bila produksi nasional masih belum
mencukupi, maka otomatis produk pertanian (untuk konsumsi dan benih) akan
memasuki pasar dalam negeri.
3.4
Kendala atau permasalahan
yang dihadapi
1.
Jumlah
pemulia tanaman yang ada relatif sedikit (± 600 orang) bila dibandingkan dengan
komoditas yang harus ditangani. Ditambah dengan kualitas dan pengalaman SDM
yang sangat beragam. Selain itu juga, upaya terencana untuk meningkatkan
kemampuan terhadaP perkembangan iptek pemuliaan yang relatif minim (training,
shortcourse, workshop dll). Pendekatan yang bisa dilakukan adalah perbanyak
pelatihan atau training, dengan melibatkan perhimpunan profesi pemulia (Peripi)
ataupun lembaga pendidikan.
2.
Peralatan
dan mesin pertanian untuk mendukung upaya pemuliaan, produksi, prosesing
(pengeringan, seed treatment, quality control dll), serta distribusi
benih/bibit masih sangat terbatas dan umumnya dibawah standard. Upaya
pengadaan, peremajaan alat dan mesin menjadi keharusan.
3.
Dukungan
dana yang tidak stabil dan tidak sinambung, umumnya masih tergantung dari
proyek, bukan dana rutin. Riset pemuliaan/perbenihan yang memerlukan investasi
yang cukup besar dan lama, dimulai dari proses penemuan kultivar yang tepat
sampai uji multilokasi. Karena ketiadaan
4.
dukungan
dana ini maka sering kali program pemuliaan suatu komoditas menjadi tidak
sinambung. Akses terhadap pustaka mutakhir yang masih minim di Indonesia. Belum
semua institusi pemerintah memiliki akses yang luas terhadap jurnal-jurnal
ilmiah yang baik ataupun jurnal ilmiah internasional.
5.
Pemuliaan
molekuler masih sangat terbatas dilakukan. Padahal potensi untuk merakit
kultivar dengan beragam tujuan terbuka luas. Hal ini terjadi karena: Masih
terbatas penelitian molekuler hulu (downstream), baik intensitas maupun
kualitasnya yang mendukung kegiatan pemuliaan molekuler (untuk transfer gen),
yaitu dalam bidang genomics, baik struktural (penentuan sekuens DNA/ struktur
protein) ataupun fungsional (penentuan fungsi gen/protein dan interaksinya),
seperti: identifikasi, isolasi dan karakterisasi sekuens DNA dari genom suatu
tanaman, masih sangat sedikit dilakukan di negara kita. Ketiadaan peralatan, rendahnya
akses terhadap jurnal-jurnal ilmiah bertaraf internasional, sumberdaya manusia
yang terlatih masih sangat sedikit, ditambah dukungan dana yang masih sangat
kecil dan tidak kontinyu merupakan sebagian kendala yang kita hadapi. Sebagai
akibatnya para peneliti di Indonesia masih sangat tergantung terhadap hasil
penelitian para peneliti asing, dan lembaga-lembaga asing lainnya (perusahaan
bioteknologi ataupun lembaga riset internasional), yang umumnya telah
dipatenkan. Kondisi seperti ini harus segera diakhiri, kuncinya adalah dukungan
dana riset yang besar dan kontinyu untuk penelitian-penelitian genomics ini.
Sehingga diharapkan dalam beberapa tahun kedepan, upaya merakit tanaman dengan
gen-gen unggul untuk karakter tertentu yang memungkinkan untuk adaptif pada lahan-lahan
tercekam ataupun untuk memproduksi sesuatu yang bermanfaat bagi konsumen akan
dapat dilakukan, bila penelitan genomics kita maju.
6.
Sosialisasi
UU No. 29 tahun 2000 tentang PVT, belum berjalan seperti yang diharapkan.
Petani ataupun masyarakat awam masih belum memahami Hak Perlindungan Varietas
Tanaman yang diatur dalam UU tersebut.
Beberapa kali terjaid konflik antara petani dengan perusahaan benih.
7.
Kebijakan
pemerintah dalam hal perbenihan tidak selalu sejalan dengan keinginan pihak
swasta. Beberapa prosedur untuk melepas varietas, untuk tanaman semusim yang
akan dilepas sebagai varietas unggul baru perlu diuji mutlilokasi sedikitnya 6
unit pengujian selama 2 musim tanam atau 3 unit per musim tanam (2 kali
setahun) dan dilakukan 2 kali pengujian berturut-turut ditempat yang sama
(Ditjen Tanaman Pangan dan Hortikultura, 1999). Hal demikian, seringkali
dipandang memberatkan dan tidak efisien bagi pengusaha.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
pemuliaan tanaman adalah segala tindakan yang dikaitkan dengan
pengembangan varietas baru yang bersifat superior
dan existing ones dengan cara mengatur genetik tanaman
sehingga tanaman tersebut akan mempunyai nilai sosial, budaya, ekonomis dan aspek teknologis yang lebih baik dengan memperhatikan faktor lingkungan.
Dan Dalam mendapatkan suatu varietas atau bibit yang unggul dibutuhkan suatu proses yang sedikit memakan
waktu yang lama untuk menentukan kualitas akhir dari suatu benih
4.2
Pesan
Makalah
ini tidak luput dari kesalahan, maka dengan ini penyusun mengharapkan masukan dari bapak dan
teman-teman semua yang bisa membangun bagi penulisan makalah ini sehingga
kedepannya menjadi lebih baik
sekian aja.. butuh saran dan kritik ya heheh tapi yang baik, jelek gx pp asal gx jleb banget..
terimaksaih wasalamulalaikum wr, wb
Comments
Post a Comment